***
Untuk
istriku. Terkadang, mata layuku hampir lepas karena selalu dihujami sosokmu.
Sayang, gemuruh rasa rindu yang tak mampu kusampirkan pada hatimu, justru telah
menjadi gumpalan nafsu yang menggebu. Pada malam ini hujan kembali turun tidak pada
musimnya. Sama seperti air bening di mataku.
Tak
sempat kubuatkanmu sebuah kapal besar yang tangkas. Akhirnya, hanya perahu
kecil yang mampu kusandingkan untukmu. Bahkan, aku sebagai nahkodanya pun telah
lama menanggalkan perahu reot itu.
“Sayang,
kapan kau akan menengok anak dan istrimu ini?” suara istriku nampak getir di
telepon.
“Secepatnya,
aku…janji!”
***
Suamiku,
tak hanya cinta yang mampu kau tawarkan padaku. Nikmat saat kau melepas kancing
demi kancing bajuku pun menjadi hal yang paling kutunggu tiap liur sudah
diambang nafsu. Tak sempat kurasakan rintihan yang menggema di setiap malam.
Tak sempat kurasakan bobot tubuhmu menghujam tubuh mungilku disetiap gelap. Kau
pergi! Tepat pada tahun ke-dua pernikahan kita. Alasan yang sangat klise.
Tuntutan pekerjaan!
“Ibu. Ayah pasti datang kan?”
“Fee,
nanti Ibu yang akan mengambilkan rapot buatmu.”
Mungkin,
anak kita merindukan sosok laki-laki tegap yang akan menggendongnya dan
mengajaknya bermain. Anakku, Ayahmu pasti kembali! Ia akan menggendongmu dalam
mimpinya.
***
Matahari
terbit adalah alarm buatku untuk bergegas menapak jalan. Mengais rejeki.
Purnama mendelik adalah pertandaku untuk segera bersembunyi di balik selimut.
Cuaca dingin kota ini serasa menampar kulitku. Istriku, andai kau ada di sini,
pastilah tubuh ini tak sedingin seperti sekarang!
“Ckrek,”
tanpa permisi, pintu itu pun dibuka perlahan. Ah, ia datang.
Kasur
ini terasa panas. Tubuh sintalnya akan kulumat habis. Maafkan aku istriku.
Wanita ini hanyalah boneka saja! Cintaku masih terikat padamu. Hanya saja, aku
butuh memuaskan daging yang menjuntai di bawahku ini. Ia kian tersiksa.
***
Suamiku,
kasur ini terasa hambar. Tak berguncang sedikitpun! Hanya foto dirimulah yang
mampu meliarkan imajenasiku. Untuk orang yang kucintai, dan sekaligus orang
yang selalu luput dari pandangan mataku. Gunakanlah memori di setiap malam kita
terdahulu, jika kau diambang nafsu. Gunakanlah foto-fotoku jika kau tak mampu
menahan birahi. Jangan kau biarkan cincin ini tertanggal hanya karena nafsu
sesaat.
-End-
BIODATA
NARASI
Ricky
Douglas, seorang penulis muda kelahiran 14 Juli 1994 ini tinggal di Kabupaten
Ogan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, dan sekarang sedang menempuh pendidikan
di Universitas Diponegoro Semarang. Profil lebih lengkap dari seorang penggila dunia sastra ini dapat kalian
lihat di Facebook: Ricky
Douglas, Twitter: @RickyDouglasz, atau email : ricky_douglas@rocketmail.com
Terimakasih.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)