Monday, April 14, 2014

Nahkoda

BY Ricky Douglas IN No comments




Untuk suamiku. Syair dan nada yang berpagut, selalu berhasil membuatku mengukung diri dalam kamar, dan mulai melukis air di mata. Mungkin, banyak lagu yang mewakili perasaanku pada saat ini, banyak puisi di luar sana yang mampu menembus dan mengoyak benteng pertahananku. Namun, dunia nyata jauh lebih kejam. Nahkodaku telah pergi! Semburat wajahmu kembali menggema dan merongrong di sudut paling dasar otakku. Memaksa untuk segera dimuntahkan menjadi nafsu sesaat.
***
Untuk istriku. Terkadang, mata layuku hampir lepas karena selalu dihujami sosokmu. Sayang, gemuruh rasa rindu yang tak mampu kusampirkan pada hatimu, justru telah menjadi gumpalan nafsu yang menggebu.  Pada malam ini hujan kembali turun tidak pada musimnya. Sama seperti air bening di mataku.
Tak sempat kubuatkanmu sebuah kapal besar yang tangkas. Akhirnya, hanya perahu kecil yang mampu kusandingkan untukmu. Bahkan, aku sebagai nahkodanya pun telah lama menanggalkan perahu reot itu.
“Sayang, kapan kau akan menengok anak dan istrimu ini?” suara istriku nampak getir di telepon.
“Secepatnya, aku…janji!”
***
            Suamiku, tak hanya cinta yang mampu kau tawarkan padaku. Nikmat saat kau melepas kancing demi kancing bajuku pun menjadi hal yang paling kutunggu tiap liur sudah diambang nafsu. Tak sempat kurasakan rintihan yang menggema di setiap malam. Tak sempat kurasakan bobot tubuhmu menghujam tubuh mungilku disetiap gelap. Kau pergi! Tepat pada tahun ke-dua pernikahan kita. Alasan yang sangat klise. Tuntutan pekerjaan!
 “Ibu. Ayah pasti datang kan?”
“Fee, nanti Ibu yang akan mengambilkan rapot buatmu.”  

Mungkin, anak kita merindukan sosok laki-laki tegap yang akan menggendongnya dan mengajaknya bermain. Anakku, Ayahmu pasti kembali! Ia akan menggendongmu dalam mimpinya.
***
Matahari terbit adalah alarm buatku untuk bergegas menapak jalan. Mengais rejeki. Purnama mendelik adalah pertandaku untuk segera bersembunyi di balik selimut. Cuaca dingin kota ini serasa menampar kulitku. Istriku, andai kau ada di sini, pastilah tubuh ini tak sedingin seperti sekarang!
“Ckrek,” tanpa permisi, pintu itu pun dibuka perlahan. Ah, ia datang.
Kasur ini terasa panas. Tubuh sintalnya akan kulumat habis. Maafkan aku istriku. Wanita ini hanyalah boneka saja! Cintaku masih terikat padamu. Hanya saja, aku butuh memuaskan daging yang menjuntai di bawahku ini. Ia kian tersiksa.
***
Suamiku, kasur ini terasa hambar. Tak berguncang sedikitpun! Hanya foto dirimulah yang mampu meliarkan imajenasiku. Untuk orang yang kucintai, dan sekaligus orang yang selalu luput dari pandangan mataku. Gunakanlah memori di setiap malam kita terdahulu, jika kau diambang nafsu. Gunakanlah foto-fotoku jika kau tak mampu menahan birahi. Jangan kau biarkan cincin ini tertanggal hanya karena nafsu sesaat.
-End-





BIODATA NARASI




Ricky Douglas, seorang penulis muda kelahiran 14 Juli 1994 ini tinggal di Kabupaten Ogan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, dan sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro Semarang. Profil lebih lengkap dari seorang penggila dunia sastra ini dapat kalian lihat di Facebook: Ricky DouglasTwitter: @RickyDouglasz, atau email : ricky_douglas@rocketmail.com Terimakasih.










0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)