Saturday, October 10, 2015

Catatan Bagian Satu: Kepunahan Tuhan Dalam Diriku

BY Ricky Douglas IN 2 comments





Bayi terlahir menangis di awal karena takut akan kehidupan yang jauh berbeda di angan saat dalam rahim. Sedangkan aku, menangis di akhir karena dari awal sudah menyadari tak ada Tuhan dalam diriku. Hah, aku dianugerahi gelap yang dicipta terlalu melankolis.


Di tengah perjalanan, aku menemukan sosok Tuhan melambai dalam diriku, tapi... ckh, hanya fatamorgana saja ternyata. Aku kan tak paham benar bagaimana bentuk Tuhan? Tidak, bukan tak paham benar... aku benar-benar tak paham. 


Cukup lama aku hidup di dunia ini. Tapi, tak pernah sekali pun Tuhan singgah di hati. Aku pun berkesimpulan bahwa Tuhan yang kukenal hanya diriku. Aku yang membuat tangisan, dan aku pula yang menyekanya. Sendirian. Aku yang membuat tawa, dan aku pula yang meredamkannya menjadi bisu. Hebat, kan? Untuk apalagi mengharapkan kedatangan Tuhan di jiwa jika aku sudah cukup puas dengan diri sendiri? Tapi... tunggu!!! Ada yang kosong. Sesuatu yang sepertinya benar-benar inti dari kehidupan. Hmm, aku mulai berpikir. Ahh, mungkin aku terlalu lama tak mengenal cinta!!! Yah, ini pasti rasa sepi yang obatnya hanyalah cinta. Baiklah, akan kucari gadis dengan pahatan terbaik yang bisa kunikmati tubuhnya dengan pandangan.


Aku telah mendapat cinta. Cukup berbekas dan memberi makna di hidupku. Tapi sialnya, aku tak lagi memiliki kontrol terhadap air mata, bahagia, sedih, dan tawaku sendiri. Oyaaa, benar!!! Mungkin cinta adalah Tuhan? Sebab ia mampu mengalahkanku. Membuatku kehilangan diri sendiri? Pacar adalah Tuhan? Seperti itu, kah? Hihihi, ternyata Tuhan cantik ya!


Tidak, tidak! Aku lelah dengan cinta. Tak ada ujungnya dan hanya membawa kesengsaraan. Toh, hatiku masih terasa kosong. Hampa. Atau mungkin... aku sudah jauh dari orang tua? Keluarga? Maka dari itu hatiku terasa sepi? Untuk anak rantau yang sibuk kuliah dan berkarir sepertiku, memberi kabar pada orang tua adalah hal yang membosankan. Wajarkan jika aku meninggalkan mereka untuk kesibukan masa depanku? Kesibukan duniaku? Tapi, kali ini aku membutuhkan mereka. Akan kurengkuh lagi keluargaku agar membuang bongkahan rasa sepi yang memuakkan. Dan jika beruntung, mungkin aku akan menemukan Tuhan di perjalan nanti. Siapa tahu ia sedang tersenyum padaku? Hahaha.


Sekarang aku tersenyum. Tertawa. Hihihi bunyi kentutku pun  terasa menyenangkan kali ini. Tak bau seperti biasanya. Yah, mungkin karena aku  bertemu dengan Tuhan sekarang. Yap! Tuhan, aku tahu siapa dirimu. Kau adalah orang tua, iya kan? Karena aku mereasa bahagia saat bersama keluargaku. Bukankah Kau merupakan zat yang tercipta dari rasa bahagia? Oleh sebab itu manusia menyembahMu, iya kan, Tuhan? Buahahaha, aku tangkap kau sekarang Tuhan! Jangan pergi lagi. Sepi di hati dan gelap melankolisku sudah hilang. 


Pergi. Kehilangan. Selamanya. Tidak hanya gelap melankolis ternyata, tapi kini petir pun mengiringinya. Berarak di belakangku persis. Tuhan, kenapa Kau pergi? Hari ini keluarga... #Lanjut ke catatan bagian 2: Kelahiran Tuhan.

Catatan Kaki: Cerita ini tidak ada sangkut paut sama kehidupan nyata saya. Baik tingkah laku, perasaan, maupun lingkungan. Pure Fiksi.