PROLOG
“Saat tak ada satu pun yang di
sisimu, jangan lupa kau masih Punya Tuhan,” katamu. Dengan mata yang entah
kenapa cukup berbinar menurutku
Hampir saja aku benar-benar bertekuk
lutut dengan argumen barusan, andai saja dia tak melanjutkan ucapan, “Itu aku
kutip dari Film kok. Di bawah lindungan Kakhbah hehe.”
Malam ini—di kedai kopi—terasa
nikmat dengan secangkir kopi walau bersama dengan orang yang nyatanya tak suka
kopi. “Kopi. Pedas. Perpisahan.” tambahmu. Melanjutkan ucapan saat kutanya yang
tidak kamu sukai selain kopi.
“Jadi ada kisah apa di balik
kopi, pedas, dan perpisahan ini?” tegasku. Mencoba mencari korelasi antara
ketiganya.
“Em...” jawabmu nampak berat. Entah karena memorinya sudah hilang
atau justru tak ada alasan mendasar. Ya, kamu tahu. Kadang untuk tidak menyukai
sesuatu pun tidak butuh alasan. Hanya, aku tidak suka. Dan, cukup. Tidak perlu bersusah
payah mencari alasannya.
“Udah, Gara. Gak usah dipikirin. Kasian aku lihat kamu dari tadi muter
mata mulu, nyari-nyari alasannya
haha,” bantahku cepat, yang makin kasihan melihat kondisi syndrom short memory-nya.
“Aku gak sedang mencari
alasannya, kok. Oke, aku cerita ya...”
***