Friday, April 18, 2014

The Mystery of Wedding Dress

BY Ricky Douglas IN No comments








            Cuaca yang dingin tak menghentikan rencanaku dan Brayden untuk mengajak Lisa berkeliling kota hari ini. Lisa adalah anak Dooriya yang merupakan tetangga Brayden. Kemarin Dooriya menitipkan anaknya yang masih berumur sepuluh tahun itu pada Brayden, karena ia dan suaminya ada urusan pekerjaan di Australia beberapa minggu ke depan.        
Aku tinggal di sisi selatan kota Philadelphia di negara Pennsylvania, yang merupakan negara bagian Amerika Serikat, sementara Brayden tinggal di sisi Downtown atau inti kota Philadelphia. Hari ini kami mulai perjalanan dengan mengendarai mobil mengunjungi Please Touch Museum.
Awalnya Brayden menolak untuk mengunjungi tempat itu, karena ia pikir kemungkinan akan sedikit membosankan berada di sana, namun setelah Lisa membujuknya akhir ia menyerah. Menurut Lisa, ia sangat ingin sekali berkunjung ke sana, karena semua teman-temannya telah mengunjungi tempat itu, dan orang tuanya selalu tidak punya waktu untuk mengajaknya berkunjung ke sana.
Awal masuk gedung Please Touch Museum  ini kami telah disuguhi dengan bangunan yang megah nan luas. Dengan antusias kami segera menuju ke ekshibisi tentang air. Jadi, di sini kita dapat melihat bagaimana asal muasal air, dari hujan turun ke bumi, dan mengalir dari gunung sampai kembali ke laut.
Amazing. Hey Magenta, lihat!” ditariknya ujung jaketku sembari menunjuk  ke  atap.
Yes. Beautifull!”aku mulai menyerukan apa yang Lisa tunjukkan padaku.
Di atas langit-langitnya ada replica awan, sehingga membuat ruangan ini terlihat cantik. Sepertinya perkiraan  Brayden tentang betapa membosankannya tempat ini tidaklah benar, karena sedari tadi ia pun juga menikmati suasana tempat ini.
Kami melanjutkan perjalanan menuju lantai bawah, dan di sana ternyata bernuansa Alice in The Wonderland. Lisa sedari tadi asyik sendiri, mulai dari melihat taman bunga mawar, tea partynya Mad Hatter, dan ruangan yang serba kecil. Tak jarang Brayden memelukku, ia beberapa kali mencium pipi dan hidungku yang mancung. Sudah lama sekali rasanya kami tidak menghabiskan waktu berdua, walaupun sekarang kami tidak hanya berdua, tetapi ada Lisa yang ikut serta.
“I love you, Brad,” kupeluk tubuhnya yang tegap.
“I love you too, Magenta,” dikecupnya keningku.
Aku rasa bukan hanya aku yang menikmati tempat ini, tegur Lisa dengan nada bercanda.
 Kami mengakhiri perjalanan di lantai bawah ini karena perut yang sudah terasa lapar dan minta segera harus diisi. Akhirnya kami memutuskan untuk makan siang di salah satu caffe yang ada di museum ini, kemudian memesan beberapa sandwich. Setelah lunch, kami pun mengakhiri kunjungan di meseum ini, walaupun awalnya Lisa enggan untuk beranjak dari tempat yang lebih terlihat seperti taman bermain dari pada museum ini, namun setelah aku membujuknya akhirnya ia pun setuju untuk melanjutkan perjalanan.
***
            Walaupun udara malam ini terasa sangat menusuk kulit namun yang kurasa hanyalah kehangatan yang di berikan Brayden. Malam ini kami habiskan dengan bercinta seperti biasa di kamar tunanganku itu. Rumah ini nampak sepi karena hanya Brayden yang tinggal di sini. Sementara Lisa sudah tidur di kamar tamu.
            Beberapa kali kuajak tunanganku itu untuk bicara serius mengenai pernikahan kami, namun dia hanya tersenyum dan kemudian memelukku. Sebenarnya aku sudah bosan dengan status tunangan ini. Pernikahan kami sempat tertunda dan akhirnya di batalkan karena kematian orang tua Brayden.
***
            Pagi hari ini aku dan Lisa menyiapkan breakfast dengan  menu cheesesteak yang merupakan makanan khas Philly untuk menjadi teman sarapan. Lisa terlihat cukup hebat dalam membuat cheesesteak. Setelah selesai membuat  cheesesteak dan juga susu hangat, kemudian aku menuju  kamar Brayden untuk membangunkannya.

***
Dengan lahap kami pun memakan cheesesteak yang telah tersaji. Brayden sangat suka makanan buatanku, terlebih lagi cheesesteak. Brayden pun memuji Lisa karena telah membuat cheesesteak yang lezat. 
Dengan mengenakan jas dan juga dasi di lehernya, Brayden nampak rapih dan terlihat sempurna di mataku. Lisa pun juga terlihat cantik dengan seragam yang dikenakannya, serta topi yang menutupi rambut panjangnya itu. Seperti biasanya, pagi ini pun Brayden harus pergi ke kantor, hanya saja kali ini ia harus mengantar Lisa ke sekolah terlebih dahulu. Saat kami menikmati cheesesteak, terdengar suara bel dari balik pintu. Tanpa banyak berpikir, aku pun langsung membuka pintu itu.
“Selamat pagi,” sapa suara laki-laki yang ada di hadapanku ini.
“Pagi. Cari siapa ya?” tanyaku pada laki-laki itu.
Paul, Laki-laki paruh baya yang mengaku seorang kurir pengantar barang. Paul sedikit berbeda dari kurir biasanya yang ada di Philedelphia ini, ia mengikutsertakan seekor kucing dalam kegiatannya mengantarkan barang. Kucing itu sangat manis, dia duduk dengan tenang di bahu Paul.
 Setelah aku menerima bingkisan kotak yang terlihat cukup besar itu, Paul pun pergi melanjutkan perjalanannya. Aneh! menurut Paul bingkisan ini di tujukan untukku, tapi kenapa mengirimnya ke alamat Brayden? dan juga di bingkisannya tidak tertera nama si pengirim.
“Siapa?” tanya Brayden yang kemudian meminum segelas susu.
 “Kurir. Ada bingkisin, tapi terlihat cukup aneh, aku duduk kembali di meja makan.
Whoaa, apakah isinya boneka barbie?” teriak Lisa antusias.
“Mungkin,” jawabku.
            Brayden menyarankanku agar segera membuka bingkisan yang terlihat cukup simple ini. Lisa yang sudah tak sabar mengharapkan isi kotak itu adalah boneka Barbie pun akhirnya ikut serta membantuku membuka bingkisan ini.
Aku menatap tak percaya dengan apa yang kulihat di dalam kotak ini, dan kulirik Brayden yang tersenyum menatapku. Air mataku mengalir seiring rasa  bahagia yang kurasakan sekarang. Dalam kotak itu ada sebuah gaun pengantin yang sangat cantik, di atasnya pun ada sebuah cincin dan kertas yang bertuliskan "Do you be my wife?"
***
            Cincin ini sangat cantik dan terlihat pas di jari manisku, pagi tadi Braydenlah yang memasangkannya. Hari sudah mulai sore, matahari pun sudah nampak lelah untuk memperlihatkan sinarnya. Brayden belum pulang dari kantor, sementara Lisa mungkin sedang bermain di ruang keluarga.

            Kulihat bayanganku di cermin, lalu seulas senyum manis menghiasi bibir mungil itu. Tepat di hari Valentine tahun ini, kami akan melangsungkan pernikahan. Sudah tidak sabar rasanya aku mengenakan gaun pengantin. Kembali kubuka kotak bingkisan yang berisi gaun pengantin itu, lalu dengan antusias mulai mengenakannya. Perfect! Aku terlihat cukup cantik dengan gaun pengantin ini yang membungkus tubuh langsingku. Kulihat bayanganku dicermin, namun bayangan itu makin pudar dan menghilang, lalu gelap!
***
            Kepalaku pusing, badan terasa pegal, dan mataku sangat perih. Aku terjaga dengan masih mengenakan gaun, dan di sampingku ada Brayden. Kulirik jam dinding, pukul sepuluh pagi! Aneh, yang kuingat hanyalah saat bercermin dengan gaun cantik itu melekat di tubuh, namun setelah itu semuanya  nampak gelap! Lalu aku terjaga di pagi harinya dengan kondisi yang sedikit buruk.
Kau sudah bangun, sayang? Brayden terjaga kemudian memelukku.
“Honey, apa yang terjadi?” tanyaku pada Brayden.
            Setelah melepas gaun pengantin yang lumayan sulit untuk di lepas ini, Brayden pun menceritakan kejadian kemarin sore. Menurut Brayden, semalam aku tergeletak pingsan di depan cermin dan pada saat Lisa ingin membopongku ke kasur, tetapi aku malah mencekiknya. Untung saja saat itu Bryaden telah pulang dan kemudian ia langsung menolong Lisa. Aku tidak mengingat apa pun! Aneh sekali rasanya!
***
            Hari ini aku dan Brayden bersiap-siap untuk foto pre wedding. Kami meminta bantuan George yang merupakan sahabat Brayden sebagai photographer pre wedding kami. Tema yang kami pilih sedikit simple, dengan menonjolkan suasana khas kota Philadelphia. Brayden terlihat gagah dengan jas putih yang dikenakannya, dan aku pun terlihat cukup anggun dengan gaun pengantin yang di berikan oleh Brayden. Kami Photo shoot di beberapa tempat, seperti Chestnut Street, Ben Franklin Bridge, dan Love park.
Brayden, kamu yakin nantinya gaun itu yang akan dikenakan Lisa? kata George di sela pemotretan.
“Tentu saja. Kenapa?” jawab Brayden.
“Entahlah, gaun itu terlihat sudah tua. Lusuh,” jawab Goerge berbisik.
***
            Aku sedang duduk di dekat jendela sambil memandang pekarangan rumah Brayden yang luas, dengan di temani gaun pengantin yang cantik. Entah kenapa aku sangat sayang pada gaun ini, dan selalu rindu untuk membelai serta memakainya. Aku heran dengan George yang mengatakan kalau gaun ini terlihat sudah tua, menurutku gaun ini sangat cantik dan desainnya juga modern.
“Magenta, aku ingin memakai gaun itu,” kata Lisa sambil menarik gaunku.
Entah kenapa emosiku memuncak karena Lisa sudah berani memegang gaun ini dan ingin memakainya. Dengan amarah yang sudah berada di puncaknya, kutampar pipi gadis kecil itu. Lisa berlari sambil menangis dan ia pun terlihat memegang pipinya yang merah.
Ternyata amarahku belum padam! Dengan gaun yang masih melekat ditubuhku dan sebuah gunting yang berada di genggamanku ini, aku pun berlari mengejar Lisa sampai ke lantai dasar. Teriakan dan tangisan Lisa justru menambah semangatku untuk menusukkan gunting ini ke tubuhnya yang kecil. Setelah berhasil menangkap Lisa, kutarik rambut pirangnya itu dan kuarahkan gunting yang kugenggam ke matanya!
***
            Suara berisik itu terdengar dari arah lemari pakaian Brayden. Sekarang sudah tengah malam dan Brayden pun sedang terlelap di sampingku. Suara gaduh itu kembali terdengar. Karena penasaran, aku pun menuju lemari itu, dan semakin dekat suaranya pun makin jelas terdengar. Kosong! Di dalam lemari pakaian itu hanya ada gaun pengantin yang sangat kukenal. Kuambil gaun itu dan tersenyum melihat betapa indahnya dia. Namun, senyum di bibirku hilang dan berganti dengan bibir pucat. Gemetar dan menggigil.
Aku mendengar ada suara tangisan yang sangat lirih dari arah lantai dasar rumah Brayden. Enggan rasanya untuk membangunkan tunanganku, lalu aku pun mencari sumber tangisan itu. Kususuri setiap bagian rumah ini yang terlihat nampak gelap. Ah! Tangisan itu terdengar makin kencang, dan betapa kagetnya aku saat mendapati sosok wanita muda yang mengenakan gaun pengantinku sedang menangis lirih di sana, tapi gaun itu terlihat sedikit berbeda. Usang. Kakiku gemetar hebat, dan air mataku pun mengalir deras saat mendapati ternyata di belakang sosok wanita muda itu ada tubuh Lisa yang terlihat pucat dengan gunting yang tertancap di matanya. Aku berlari sekencang mungkin menuju kamar Bryaden.
Kejadian itu membuatku sangat takut tapi Brayden mencoba menenangkan, walaupun aku tahu ada gurat khawatir diwajahnya. Kenyataan pahit harus kami terima kalau Lisa telah meninggal dengan cara yang menyeramkan, dan hal ini masih kami sembunyikan dari orang tuanya.  Satu yang kami ketahui. Semua kejadian janggal ini berawal setelah kehadiran gaun pengantin itu. Aku dan Bryaden memutuskan membawa kembali gaun itu ke tempat Brayden memesannya, yaitu di kota Altoona, Pennsylvania.
***
Aku dan Brayden sudah berada di kota Altoona yang merupakan kota tempat Brayden memesan gaun pengantin. Kami menginap dirumah James dan Nathalie yang merupakan teman akrab kedua orang tuaku. Besok sore rencananya kami membawa gaun itu ke Boutique asalnya.
Brayden sudah terlelap di sampingku, sementara aku yang berada dalam pelukannya sama sekali tidak bisa tidur karena merasa seperti ada yang mengawasiku dari tadi.
Hari sudah semakin sore, aku dan calon suamiku ini pun sedang bergegas menuju Boutique. Jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh sehingga kami memutuskan untuk jalan kaki. Sesampainya di sana, yang kami dapat hanyalah rasa kecewa, karena Boutique itu terlihat sepi. Kami sempat bertanya dengan warga sekitar mengenai Boutique itu. Menurut mereka tempat itu bangkrut dan tidak beroprasi lagi, sementara pemiliknya sudah pindah ke kota lain. Dengan perasaan kecewa kami pun memilih untuk pulang ke rumah James dan Nathalie.
Kami baru tiba di kediaman James setelah langit nampak gelap. Sepertinya  mereka melihat raut sedih di wajah kami, dan dengan sedikit berat akhirnya kami pun menceritakan kejadian-kejadian aneh di rumah Brayden, tetapi kami tidak menceritakan tentang kematian Lisa. Aku menunjukkan gaun itu karena Lucas dan Nancy yang merupakan anak dari James dan Nathalie ini terlihat cukup penasaran. Raut wajah mereka berubah dengan cepat! Mereka semua terlihat seperti orang ketakutan, bahkan Nancy jatuh terduduk setelah melihat gaun itu. Dengan sedikit ragu dan takut, akhirnya Nathalie pun menceritakan kisah tentang gaun yang sekarang ada di genggamanku ini.
***
Kisah tentang gaun itu bermula ketika seorang pandai besi kaya raya bernama Elias Baker, ingin menikahkan putri bungsunya yang bernama Anna. Elias. Elias Baker ingin keluarganya selalu dikelilingi oleh sesuatu yang berharga dan mahal. Tak disangka, Anna ternyata jatuh hati pada seorang pria miskin yang bekerja untuk ayahnya. Elias menolak permintaan putrinya untuk menikahkannya dengan pemuda miskin itu. Dia lalu mengusir pemuda malang itu dari kampung halaman mereka yaitu Altoona, Pennsylvania.
Kesetiaan cinta Anna pada pemuda itu membuatnya menjadi seorang perawan tua seumur hidupnya. Anna begitu marah pada ayahnya karena tidak membiarkannya jatuh cinta atau menikah dengan seseorang yang sangat dicintainya itu, dan kemarahan itu dibawanya sampai ke liang lahat, ketika dirinya meninggal pada tahun 1914.
 Rupanya, sebelum kepergian pemuda itu, Anna sudah memilih sebuah gaun pengantin cantik yang akan di kenakannya saat menikah. Namun karena pernikahan itu tidak terlaksana seperti apa yang diharapkannya, seorang wanita dari keluarga kaya lain di daerahnya kemudian mengambil gaun itu. Gaun itu kemudian berpindah-pindah tangan dan kini ditempatkan di rumah keluarga Baker yang telah dialihfungsikan sebagai museum.
***
Aku merinding dan juga takut mendengar cerita dari Nathalie. James menyuruhku dan Brayden untuk membawa gaun itu kembali ke museum Blair County Historical Society di Baker Mansion, Altoona, namun belum sempat kami melangkahkan kaki, mendadak angin kencang bertiup melewati pintu dan jendela yang terbuka, kemudian dengan cepat semua jendela dan pintu rumah James itu tertutup rapat dan lampu pun ikut padam!


***
Dadaku terasa sesak dan sangat sulit bernafas. Ada rasa sakit yang sangat luar biasa di perutku. Lampu ruang tengah ini terlihat remang. Dengan sisa tenaga yang ada, aku mencoba hanya sekedar untuk duduk. Namun, betapa kagetnya aku saat mendapati pisau yang tertancap di perutku. Walaupun sakit tapi aku mencoba untuk menarik pisau itu.
Ternyata rasa kagetku tidak hanya sampai di situ! Di ruangan ini tergeletak beberapa tubuh yang sangat kukenal dan mereka semua berlumuran darah! Tangan kanan Nathalie putus, sementara James kaki kanannya yang putus. Lucas dan Nancy pun tidak kalah menyedihkan, dengan kepala yang hampir putus dan mata yang terlihat membelalak.
 Tangisku makin pecah ketika melihat tubuh tak bernyawa tunanganku yang bersimbah darah. Kondisi Brayden pun juga mengenaskan! Telinga kanannya hampir putus dan semua jarinya sudah tidak ada di tangan, kecuali jari manisnya! 
Aku berteriak sekencang mungkin! Kudekati tubuh Brayden, kemudian menciumnya. Aku pun memasangkan cincin yang ada di jari manisku, ke jari yang tersisa ditangannya, yaitu jari manisnya!
Seperti ada yang menggerakkan tanganku! Aku pun mulai mengambil pisau yang tergeletak di lantai, kemudian mengarahkannya ke leherku. Di tengah lampu yang terlihat cukup remang, aku melihat ada sosok wanita cantik memakai gaun pengantin dan disampingnya ada lelaki yang terlihat cukup tampan. Sekuat tenaga aku mencoba melawan tanganku sendiri yang ingin melukaiku itu, lalu setelah itu semuanya gelap!











BIODATA NARASI

                                                             
Ricky Douglas, seorang penulis muda kelahiran 14 Juli 1994 ini tinggal di Kabupaten Ogan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, dan sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro Semarang. Profil lebih lengkap dari seorang penggila dunia sastra ini dapat kalian lihat di Facebook: Ricky DouglasTwitter: @RickyDouglasz, atau email : ricky_douglas@rocketmail.com Terimakasih.




           


0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)