Aku memaku langkah pada pertigaan jalan yang
terlihat pekat. Malam terlalu kelam untuk dapat teruraikan. Sedari tadi, mataku
nanar memandangi pohon kecil yang tak banyak dihinggapi daun ini. Payung
kumuhku mengembang, tangan ini terlalu bengal hanya sekedar untuk menyeka
keringat yang mulai menampakkan taringnya.
Hujan
kali ini selalu sama. Basah yang ditawarkan alam, tak mampu mengairi kemarau
panjang di rongga dada. Ulu hati terasa nyeri saat logika tak lazimku mulai
bernyanyi. Sudah dua bulan tempat ini menjadi peristirahatanku dari…rindu yang
mulai mencerca.
Lihat!
Bahkan untuk berucap rindu dalam batin
sendiri pun, aku masih seperti tikus yang siap dimangsa seekor kucing. Tak ada
ruang untuk membebaskan bibit kecil di muara jiwaku. Sketsa wajahnya terlanjur
menjadi lukisan yang kian terpatri di setiap tangisan tertahan.
Akhirnya,
aku hanya mampu menjadi benalu untuk hatiku sendiri. Bukan. Bukanlah dirimu
yang terus menghujamku dengan rasa sakit! Bukan pula salah pohon sialan ini
yang selalu membawa aroma tubuhmu kepadaku. Hanya saja, saat ini aku lebih
memilih menjadi boneka bernyawa. Hah, persetan dengan takdir!
BIODATA
NARASI
Ricky
Douglas, seorang penulis muda kelahiran 14 Juli 1994 ini tinggal di Kabupaten
Ogan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, dan sekarang sedang menempuh pendidikan
di Universitas Diponegoro Semarang. Profil lebih lengkap dari seorang penggila dunia sastra ini dapat kalian
lihat di Facebook: Ricky
Douglas, Twitter: @RickyDouglasz,
atau email : ricky_douglas@rocketmail.com
Terimakasih.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)