Judul: Hujanlah Lain Hari
Penulis: Lindaisy
Penerbit: DIVA Press
ISBN: 978-602-296-050-8
Tebal: 355 halaman
Tahun terbit: November 2014
Cetakan: Pertama
Genre: Fiksi Remaja
Rating:
Annyeong haseyo pembaca setia yang tersayang. Hm, mungkin sudah bisa sedikit ditebak kali
yaa saya akan me-review buku seperti apa? Nah, review buku kedua ini berkisah
tentang novel fiksi remaja dengan setting
negri gingseng, Korea.
Novel ini beraroma sangat manis! Ya-ya-ya, seperti kebanyakan cerita yang
mengangkat kehidupan anak Korea lainnya, Drama Queen! Novel dengan tebal 355
halaman ini sukses membuat saya jungkir balik. Gigit jari. Senyum tidak jelas.
Dan sedih bukan kepalang.
Cerita dibuka dengan kehidupan masa kecil Jangwoo. Saat ia dituduh
mencuri uang teman kelasnya. Hidup dengan predikat melarat membuat siswa lain
dan guru tak mempercayai anak ini, termasuk orang tuanya sendiri. Ayahnya yang
kecewa pun marah bukan main. Ia mengguyur tubuh Jangwoo dengan air seember!
Dan, di sisi lain, di pekarangan rumahnya, sepasang mata imut dari gadis kecil
berusia lima tahun memandangnya nanar, Janhwa namanya. Orang tua Janhwa
jauh-jauh datang dari luar kota menengok sahabat lamanya, Jangsuk—Ayah Jangwoo.
“Memangnya
kenapa kalau aku nakal? Kau mau mengejekku? Apa kau pikir anak orang kaya
sepertimu selalu benar” Jangwoo menjadi lebih sensitif malam ini. –Halaman 15
“Kau
ini tuli atau apa? Berhenti mengikutiku! Pulang!” –Halaman 16.
“Aku
tak tahu jalan pulang,” sahut Janhwa tahut-takut. –Halaman 16.
Tragedi terjadi saat Jangwoo yang berusia sembilan tahun mengusir Janhwa
dengan geram. Semua panik saat Janhwa tak kunjung pulang. Padahal, hari sudah
gelap terlebih sekarang hujan. Dengan susah payah bahkan mengalami luka sayat
di lengannya, Jangwoo berhasil menemukan gadis kecil itu dan membopongnya balik.
Jangwoo pun dihukum berdiri di bawah guyuran hujan.
Masalah tak sampai di sana, suatu hari saat Jangwoo asyik menyantab
makanan bersama keluarga, pintu rumah mereka digedor tak sabar. Hujan deras
sekali saat itu. Kejadian pun begitu cepat di mata Jangwoo. Yang ia tangkap,
setelah perkelahian sengit, ayahnya terkapar bersimbah darah di pekarangan
mereka dengan luka tembak di leher. Jangwoo yang panik mengajak ibunya berlari
menghindari sang penjahat. Namun sayang, saat bersembunyi di kebun ubi bertanah
liat, Ibunya pun ditembak mati. Sebelum nyawa benar-benar melayang dari Misun—Ibu
jangwoo—wanita ini menusukkan pisau ke dada salah satu penjahat, membuat
Jangwoo berhasil melarikan diri.
***
“Nona
itu memberikanku porsi spesial, payung, dan rela kehujanan demi diriku? Nona...
kau menyukaiku, ya?” –Halaman 48.
Jangwoo yang kini sudah dewasa, bertubuh jangkung, rambut gondrong,
menatap kedai mie yang baru ia singgahi. Terlebih membayangkan pelayan wanita
berambut panjang yang sangat baik padanya.
Suatu kejadian tak terduga membuat Jangwoo berminat kerja di kedai mie.
Dilatih atasannya, ia pun resmi menjadi koki di sana. Namun, sering bertemu
dengan wanita berambut panjang yang sebelumnya ia duga sebagai pelayan, membuat
hubungan mereka lebih dari atasan dan bawahan. Keduanya berteman.
“Janhwa
itu ibarat buku tebal yang bersampul polos dan hanya berjudulkan satu nama.
Geum Janhwa. Tapi begitu kau membukanya, kau akan tahu berapa banyak kata yang
tertulis pada buku itu. Bacalah dan nikmati waktumu bersama buku itu.” –Halaman
94.
Ya, Jangwoo akhirnya mengetahui fakta bahwa bos pemilik kedainya adalah
Janhwa. Gadis sama yang ada di masa lalunya. Gadis cengeng. Merepotkan. Menyebalkan.
Jangwoo semakin masuk ke kehidupan Janhwa, laki-laki ini pun sangat karib
denngan Janmyung—adik Janhwa—yang sudah satu tahun menginap di rumah sakit
akibat penyakit yang dideritanya.
Janmyung meninggal, membuat Janwha sebatang kara sekarang. Kedua orang
tuanya pun telah tiada bertahun-tahun silam. Saat hendak menjemput bocah
laki-laki kecil anak dari sahabatnya. Kini hanya Woohyun sahabat karib yang
dimiliki Janwha. Sahabat yang sempat mengisi hatinya dulu.
Bahu Janwha terluka. Ditusuk panjahat yang menyelinap masuk ke kedainya
di malam hari. Untunglah ada Jangwoo yang datang kala itu meskipun ia harus
rela babak belur. Kasus ini sudah diusut polisi, mencari tahu motiv tersangka
yang mengambil sertifikat kedai dan rumah Janhwa. Tersangka pun ditangkap.
Namun, kesaksian tak terduga keluar dari bibirnya.
“Kau
lupa? Malam itu aku mengintai rumahmu dan saat aku sedang berdiskusi dengan
Jangwoo, kau pulang.” Pria itu menyeringai, memaksa Janhwa mengingat-ingat. –Halaman 221.
Janhwa marah besar pada Jangwoo, ucapannya pun tak terkontrol lagi.
“Jangan
berani menginjakkan kakimu di sini lagi! Ambil ini, kau lebih perlu uang ini.”
Janhwa mendorong sebuah amplop tebal berisi uang. –Halaman 223.
“Dari
mana kau menjelaskannya? Melamar kerja di sini? Mencari segala informasi
tentangku, adikku, penyakitnya, dan membayar biayanya? Merencanakan sesuatu
dengan teman masa kecilmu untuk medapat segala milikku?” –Halaman 223.
Jangwoo geram sekaligus sedih. Kecewa. Ia tak menyangka niat baiknya
dituduh seperti itu oleh Janhwa hanya karena kesaksian palsu si tersangka. Ia
pun memutuskan pergi dari tempat itu. Dari kehidupan Geum Janhwa.
Tak berselang lama, Woohyun melamar Janhwa menjadi tunangannya.
Melingkarkan cincin berlian cantik di gadis itu. Tapi, Janwha tak sepenuhnya
bahagia, entah kenapa Jangwoo tiba-tiba mengisi semua pikirannya hingga gadis
itu mengambil keputusan paling bodoh. Ia mulai mencari Jangwoo lagi. Sampai
tibalah ia di Seol. Cerita pun kembali ke babak selanjutnya antara Jangwoo,
Janhwa, dan Woohyun.
-Sekian-
Kelebihan, novel ini alur ceritanya sangat apik.
Dibuka dengan BAB awal yang mengharu biru, lalu ke sisi romantis di BAB
selanjutnya, membuat pembaca ingin terus membuka lembar demi lembar. Watak
setiap tokoh pun sangat ciamik. Penulis benar-benar hebat membangun karakter
tokohnya. Salut! Saya sangat menikmati cerita ini.
Bicara tentang kelemahan, hm... lumayan banyak
menurutku, terutama tentang aturan menulis dan EYD. Ah, sampai membuat berdecak
kesal! Hal-hal seperti ini seharusnya sudah dapat diantisipasi penulis dan
editor, tapi... yasudahlah. Namanya juga kita kan manusia. Kumpulan dari sebuah
kesalahan. Baiklah, coba saya jabarkan;
A.
Kesalahan EYD, aturan menulis, dan hal yang
seharusnya perlu diperbaiki.
1.
Ketiga pria itu menyeret Jangsuk yang masih
tersungkur. Menyeretnya seperti karung sampah
Sesampainya di teras bla bla bla bla.... –Halaman 35.
KOREKSI: TAMBAHI TANDA TITIK YA! (.)
2.
Tanya pemuda yang sedang duduk bersila sambil menghembuskan asap rokoknya.
KOREKSI: BUKAN HEMBUSKAN YA, TAPI
EMBUSKAN! OTOMATIS JADINYA (MENGEMBUSKAN) BUKAN (MENGHEMBUSKAN)
3.
“Eotoriya?” pekik Minsung. “Eotoriya,
Eotoriya, dara diri dara du....” –Halaman 131.
KOMENTAR: Apa itu Eotoriya dara diri
dara du? Oh ayolah, saya tahu ini novel setting Korea meski deskripsi
settingnya buruk sekali, tapi setidaknya dijelaskan dialog apa itu!
KOREKSi: Seharusnya dibuat seperti
pada halaman 136. “Tagates erecta, Tagates lucida, Tagates minuta, Tagates
patula.” Kakek menyebutkan nama-nama bunga itu seakan menjejalkannya ke kuping
Jangwoo.
Nah!
Jadi jelaskan si Kakek ini sedang berbicara tentang apa? Tentang bunga!
4.
“Destilasi
atmosferik merupakan tahap pemisahan yang sangat penting. Operasi pemisahan ini
didasarkan atas volatilitas komponen-komponennya dengan menggunakan suplai
panas pada tekanan atmosfer. Pada akhirnya komponen yang lebih volatil akan
terpisah dan terbawa sebagai destilat, sedangkan komponen yang kurang volatil
akan tertinggal di dasar. Pemisahan dilakukan pada temperatur tiga ratus sampai
tiga ratus lima puluh derajat Celcius.” –Halaman 143.
KOMENTAR: ASTAGA!!! INI APA? NASKAH
BERITA? MAKALAH? SKRIPSI?! HELO, INI KARYA FIKSI! SEMPILKANLAH SI TOKOH! MIMIK
WAJAHNYA. GERAK TANGANNYA. ATAU APAPUN!
5.
‘10. Selamat Tinggal, Janmyung.’ –Halaman 157.
KOMENTAR: SAYA KURANG SREK DENGAN
JUDUL BAB SEPERTI INI. SANGAT MEMBOCORKAN INTI DAN RAHASIA DARI BAB ITU
SENDIRI. MEMBUAT SAYA SEBAGAI PEMBACA JADI MALAS MELANJUTKAN.
6.
(Janhwahanyamenggenggamgelasplastiknyadengankeduatangan,)
-Halaman 158.
KOMENTAR: HAH, INI PENULIS DAN
EDITOR-NYA MUNGKIN SEDANG LELAH HIHIHIHI J
7.
Beberapa menit berlalu seperti itu. Janwha masih
memeluk Woohyun, tapi tak juga ada tangisan dari keduanya. Janhwa bahkan tak
menitikan air mata meski matanya sudah sangat basah. –Halaman 174.
KOMENTAR: Di sini logikanya agak
kurang. Bayangkan saja! Mata Janhwa sudah sangat basah, dalam artian air sudah
menggenang di pelupuk matanya. Tapi, masih tak ada titik air mata yang jatuh
walaupun sudah beberapa menit seperti itu. Masuk akal kah? Tidak! Saya rasa,
kantung mata itu seperti kandung kemih, jika penuh, maka langsung mengucur
sendiri. Ah, malah kandung kemih masih bisa dikontrol.
8.
“Sama-sama asyik dengan pikirannya masing-masing.
Bedanya, jika yang laki-laki sibuk membolak-balik sampul buku
karena bosan, maka perempuan di sampingnya sibuk membolak-balik buku dan
mengeliminasinya satu per satu.
KOREKSI: TERLALU BANYAK PENGULANGAN
KATA YANG BERDEKATAN. BISA CARI DIKSI LAIN!
9.
(“Tunggu.Akubarumenyadarisatuhal.”Woohyunmencondongkan).
–Halaman 248.
KOMENTAR: HUH! CAPEK MATA BACANYA.
10. Berputar-putar
pasrah mengikuti hembusan.... –Halaman 258.
KOMENTAR: PAK, BUK, ENTAH SAYA YANG
LUPA ATAU BAGAIMANA, SETAHU SAYA, YANG BETUL ITU EMBUSAN BUKAN HEMBUSAN.
11. (Tes....
Air mata Woohyun meluncur tanpa henti
dan tanpa isakan.) –Halaman 324.
KOMENTAR: HEM... LAGI-LAGI. ADA YANG
BISA KASIH TEORI PASTI KALAU BUNYI AIR MATA YANG JATUH ITU ADALAH (TES)??? INI
NAMANYA ONOMATOPE! HINDARI SAJA SAAT MENULIS KARENA TERKESAN MEMBODOHI PEMBACA.
12. “Ini
perlu waktu lumayan lama, tapi akan kuusahakan selesai sebelum kelasi
ini selesai,” –Halaman 331.
KOMENTAR: Ubah kalimat ini!
Penggunaan dua kata dengan jarak yang berdekatan terkesan pemborosan.
Membosankan. Tidak kaya akan diksi. Bisa diubah menjadi, “Ini perlu waktu yang
lama, tapi akan kuusahakan selesai sebelum kelas ini berakhir.”
13. Saya
bingung. Ini novel tentang Korea. Mulai dari nama tokoh. Penggunaan tempat
seperti Busan, dll. Tapi, saya tidak merasakan unsur negri Korea itu sendiri.
Hanya seperti tulisan yang ‘menumpang’ tempat di negara Korea sana. Novel ini
kurang sekali deskripsi suasananya.
Sekian Review dari saya. Percayalah,
jika saya pun disuruh membuat novel yang baik dan benar, saya akan mengatakan
kalau itu sangat sulit. Saya paham betul. Makanya saya sangat menghargai
penulis yang mampu menyelesaikan tulisannya.
Dan percayalah lagi, tak ada niat
menjatuhkan, menjelekkan, atau unsur negatif lainnya. Maaf jika penyampaian
saya yang mungkin kurang berkenan di hati kalian. Selamat berkarya!