Monday, April 14, 2014

Wanita Jingga

BY Ricky Douglas IN No comments


Kutatap pundaknya yang kian tertelan jingga. Matahari pun telah lelah bercahaya, dan akhirnya memilih remang sebagai pilihan terakhir. Telah lama kurasakan mati. Mataku kian mengkristal, buliran titik bening itu tertelan ombak yang kian beringas. Kini dia telah pergi. Cinta yang tak mampu berjuang, hati yang kian membatu. Cintanya telah tergerus masa yang tak mampu ia pertahankan.
***
Cincin cantik dengan cahaya indah ini telah melingkar dan tersenyum manis di singgah sana jariku. Cincin yang bagiku hanyalah pertanda kepemilikan. Aku telah dikekang! Diriku bukanlah aku seutuhnya lagi. Merasa terikat walaupun tanpa ikatan batin. Aku bisa tersenyum di pelataran akad nikahku ini, walaupun bayangku tetap terpaku pada panorama pantai dikala bayangnya tertelan pekatnya langit.

Kukoyak mahkotanya. Kudaki gunung tingginya. Kubasuh setiap liur yang tersedia bagiku. Rintihan suaranya makin mengencang  di tengah pendarnya lampu. Kutusuk dalam-dalam, lalu kutarik sekencang mungkin. Begitulah malam hari ini kuhabiskan dentingan waktu bersama boneka bernyawaku.

Setiap hari kuhabiskan waktu dengan lekungan bibir yang dipaksakan tersungging. Perut wanita itu kian membuncit, jalannya pun kini makin terseok-seok. Hebat! Ternyata kepura-puraanku menghasilkan boneka bernyawa lainnya.  Dengan penuh kesabaran, wanita itu menjaga boneka bernyawanya di dalam perut yang kian membundar.

Cengkraman hebat ia lantunkan pada kasur tempatnya berbaring. Darah mengucur dari mahkotanya. Ia bermandikan peluh keringat. Sekali lagi, aku menjadi actor paling handal. Kupegang erat tangannya, kemudian bibir hitamku memberikan nafas segar yang terdengar cukup menenangkan. Sedetik kemudian, tangisan cengeng menyeruak mengotori setiap sudut ruangan ini. Yah, boneka kecilku telah lahir! 
***
Boneka wanitaku terlihat makin bahagia. Senyum terus mengembang diwajahnya yang putih mulus itu. Boneka kecilku pun kini telah tumbuh besar. Seragam sekolah telah melapisi kulit indahnya itu. Setiap malam aku terus menghujamkan pisau tajam ke mahkota wanitaku. Merasakan nikmat dari setiap jengkal sentuhannya, namun setiap bergumul dengannya, justru wanita jingga itu yang hadir dalam fantasiku.

Mataku kian nanar. Kering kerontang menghiasi tubuh lunglaiku. Mata sembab dan hitam selalu menemani bola mata ini. Mimpi itu menjadi teman setiaku selama sepuluh tahun ini. Sekelebat ingatan terdahulu terus melayang tanpa ampun dalam sepiku. Pantai itu! Matahari yang kian lelah itu! Jingga yang kian menghilang! Pundak yang kian luput dari tatapanku! Wanita itu! Runtuh rasanya benteng yang telah aku pupuk dengan kepalsuan ini. Harusnya, dahulu aku berlari dan menghentikan langkahnya! Tidak duduk terpekur di atas pasir dan meratapi derai air mata.

***
Kini, cincin itu tidak lagi berpelukan dengan jemariku. Aku lebih memilih menyimpannya di laci kecil, dan menjadikannya mimpi terindah dihidupku. Dengan berderai air mata, wanitaku meratapi kepergianku. Boneka kecilku pun hanya mematung di balik pintu. Badan kecilnya nampak bergoncang karena menahan tangis. Betapa laknatnya hidupku! Langkahku makin menjauh, pergi meninggalkan mereka. Aku harus kembali mengejar wanita jinggaku.

***

Betapa banyak luka yang kutorehkan di masa lalu, masa sekarang, dan masa depanku. Aku sadar, harusnya aku tak boleh melangkahkan kaki ke depan jika masih terjerat di masa lalu. Tak perduli seberapa jauh kakiku melangkah, ternyata hati ini masih terbenam pada sosok wanita jingga itu.



BIODATA NARASI

Ricky Douglas, seorang penulis muda kelahiran 14 Juli 1994 ini tinggal di Kabupaten Ogan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, dan sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro Semarang. Profil lebih lengkap dari seorang penggila dunia sastra ini dapat kalian lihat di Facebook: Ricky DouglasTwitter: @RickyDouglasz, atau email : ricky_douglas@rocketmail.com Terimakasih.


0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)