Kepada : Wanitaku.
Di mana pun berada.
Yang mungkin saat ini tengah terdiam di persimpangan jalan. Menghela napas yang kian tersengal dan
menyisakan basah di pelupuk.
Wanitaku, saat ini takdir mempermainkan kita dengan banyaknya
pilihan yang tersedia.
Mungkin hatimu telah
tercabik dan tak utuh lagi, karena dirampas laki-laki lain yang tak sempat aku
halangi langkahnya untuk merenggutmu.
Tak perlu lagi kau
ungkit semua dari awal.
Rasa sakitmu, sesak
yang tak cukup hilang hanya dengan menepuk-nepuk dada.
Atau berpura-pura
senyum sekali pun.
Mungkin kau sempat
bergandengan tangan dengan yang lain, aku relakan itu.
Lalu, sebuah pelukan
mendarat ditubuhmu oleh laki-laki lain, aku bisa memahaminya.
Pelukan itu makin erat
dan sebuah ciuman mendarat dibibirmu.
Rasa nyeri menjalar di
sekujur tubuhku. Takdir tidak tercipta dan berpihak padaku untuk menangkapmu
dari awal.
Mereka datang
berarakan lalu pergi sesuka hati.
Tak terhitung lagi
betapa rapuhnya hatimu saat ini.
Kau terduduk lelah mengikuti langkah cepat laki-lakimu saat itu.
Lalu bersandar pada
pohon cemara di persimpangan jalan.
Kini yang kau lakukan
hanya menungguku. Laki-lakimu.
Menunggu laki-laki
dengan bahunya yang tak selebar saperti anganmu untuk menjadi tempat nyamanmu
bersandar.
Menunggu laki-laki
yang tangannya selalu bergetar dan tak mampu menyeka airmatamu, karena merasa bersalah
terlalu lama membiarkanmu hampir membusuk.
Wanitaku, sayangnya aku
tak pernah berhasil membaca peta keberadaanmu, yang selalu kau sematkan pada
Tuhan-mu untuk membimbingku menujumu.
Aku tersesat.
Maafkan aku, wanitaku.
Sebelum kau menunguku terlalu
lama, ada baiknya engkau tahu baik-buruk segalaku .Aku tidak seperti
laki-laki lain yang hobi dari malam ke malam menjejakkan kakinya di tempat
hiburan malam. Bukan pula laki-laki pemuja perempuan yang setelah menyesapnya
ditinggalkan begitu saja. Aku jauh dari hingar-bingar dunia.
Tawaku hanya terpatri
pada sajak-sajak buku yang mendamaikan sanubari.
Tempat favoritku
adalah atap loteng. Setiap sore, aku mampu menjelajahi dunia dari buku-buku yang
kubaca. Memandang langit dan mencoba merasakan keberadaanmu.
Hatiku pun tak utuh
lagi.
Dulu ada tangan wanita lain yang terulur padaku dan berhasil memindahkan aku dari
kegelapan, lalu ia kembali menceburkanku ke dalam kegelapan itu pula. Aku
ditendang. Dihempas. Diabaikan. Hatiku benar-benar kaku saat ini. Ingin rasanya
segera berjumpa denganmu, wanitaku. Aku pun lelah menjadi sarang bagi siklus
percintaan yang tak ada ujungnya. Masikah kau berpandangan tinggi kepada
laki-lakimu setelah mendengar ini semua?
Aku tidak masalah,
jika saat ini kau belum mengenali alat dapur yang kelak menjadi tempat
aku dan engkau duduk bersama melihat anak kita melahap santapannya.
Aku tidak masalah,
Jika harus bersabar
setiap hari untuk menyantap masakanmu yang selalu gosong, terasa asin, atau pun
pahit. Bagiku, niatmu untuk membahagiakanku jauh terasa lebih lezat.
Aku tak utuh lagi,
wanitaku.
Sudah seringkali
memeluk wanita lain untuk kutenangkan hatinya dalam dekapanku.
Aku tak utuh lagi
wanitaku.
Hatiku sudah seperti stasiun yang kerap
menerima lalu membiarkan yang singgah untuk kembali pergi.
Aku lelah terus
mencarimu, wanitaku.
Izinkan aku untuk
sejenak duduk istirahat di persimpangan jalan.
Senja memerah saat aku
mulai duduk menyandarkan punggung di batang pohon.
Di atasku berpayung
lebatnya daun cemara. Sisi wajahku terpapar sinar senja yang berhasil lolos
dari celah dedaunan.
Persimpangan jalan
yang ditumbuhi pohon ini perlahan membuatku terbuai.
Mataku terkatup.
Dalam. Mencoba sejenak melupakan tangan tak kasat mata yang selalu
menekan-nekan jantungku hingga membuat nyeri.
Mungkin, selama ini
kita tidak pernah benar-benar terpisah jauh, wanitaku.
Kita hanya terlalu
nyaman di persimpangan jalan masing-masing.
Dinina bobokan oleh
rindangnya pohon tanpa pernah mencoba mencari tahu sisi lain di balik pohon tersebut.
NB : Puisi balasan untuk Roffie, haha. http://rokhaworld.blogspot.com/2015/04/persimpangan-jalan.html
NB : Puisi balasan untuk Roffie, haha. http://rokhaworld.blogspot.com/2015/04/persimpangan-jalan.html
0 comments:
Post a Comment
Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)