Wednesday, April 8, 2015

Permataku yang Tidak Benar-Benar Hilang

BY Ricky Douglas No comments


Aku mulai berjalan, walaupun mungkin lebih tepat disebut sebagai menjinjit. Bukan karena tertatih, tapi kau terlalu ringkih menarik tanganku yang terkikis. Mataku sudah sembab, bukan karena menangis, tapi kau terlalu gigih menyiraminya dengan rindu. Oh, benar, aku siap jatuh berapa kali pun jika kau yang berbuat jahanam itu padaku. Sekali lagi kukatakan, kau permataku yang terlalu jauh terdampar di genggaman orang lain. 

Entahlah. Aku lupa tepatnya hari apa itu, seingatku, malam itu bulan tidak bersinar seperti biasanya. Ia memancarkan rona merah sedikit kehitaman di sisi-sisinya—bulan berdarah. Hatiku mengembun, menguap bersama udara-udara malam untuk berpetualang mencari kebenaran dari matamu. Kau tersenyum, aku terperanjat. Kau berlenggang, aku terpaku. Aku sadar kembali terjatuh di saat aku benar-benar ingin berdiri.

Sampai detik ini, jujur, aku bingung akan menorehkan apa pada lembar-lembar yang meleburkan semua rasa janggal ini. Bibirku mengulum senyum saat aroma tubhmu mampu terbawa angin dan masuk menusuk hidung. Tajam. Dalam. 

Kau boleh melihat sedalam-dalamnya hatiku, asal, jangan pergi dengan bibir penuh ludah saat mendapati buruk rupanya. Aku pun begitu, hatimu adalah rahasia langka yang aku yakin tak banyak—atau bahkah tidak ada—laki-laki yang kau persilahkan masuk ruang nyamanmu. 

Kembali merajut langkah dari persimpangan jalan yang mencekam. Berlaga dengan dada membusung, bahu tergerak kekar, mata tajam menerawang. Mencoba mencari letak hatimu yang saat ini aku yakin tengah terkubur dalam kubangan lumpur. 

Sekali lagi kukatakan, kau adalah permataku yang tidak benar-benar hilang.


                                                                      -Semarang, 08 April 2015-
                                                                   Ricky Douglas

0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)