“Aku mengamatimu. Mulai belajar
tentangmu, bahkan mencoba menjadimu. Memupuk benih rasa dengan pupuk
berkualitas tinggi. Memperindah diri hingga merasa pantas bersanding denganmu.
Tapi, aku melupakan satu hal yang seharusnya kulakukan dari dulu, berkenalan
denganmu”
“Malam ini kita tidur di satu
ranjang. Tidak telanjang, tapi cukup membuat menggelinjang. Kau tersenyum, aku
pun tersenyum. Aku menyentuhmu dari atas hingga bawah. Saling menggesekkan
badan. Malam ini. Izinkan aku kembali menjadikanmu imajenasi penghantar syahdu.
Terimakasih bantal”
“Jika mereka saja pantas mengejar
cinta, kenapa tidak denganku?! Jika mereka saja lantang sekali bersuara tentang
cinta, kenapa aku hanya diam?! Jika mereka saja mampu mendengar rayuan-rayuan
tentang cinta, kenapa sekitarku selalu hening?! Oh, aku tahu. Mungkin karena
aku tidak punya kaki, mulut dan telinga. Terimakasih dunia. Kau ibarat dokter
bedah yang mengamputasi satu per satu bagian tubuhku”
“Sekali bertemu. Kau tertawa padaku.
Bicara sepatah. Kau anggap aku pendusta. Diam tak bergerak. Kau anggap aku
sampah. Bertingkah sedikit. Kau anggap aku cari muka. Kenapa kau tidak pergi ke
Jepang saja lalu membelikanku remote control paling canggih untuk mengontrol
bungkusan daging ini?”
-Semarang, 25 April 2015 pukul 4 pagi-
Ricky
Douglas
Blog yang bagus. Tulisan yang bagus pula.
ReplyDelete@ilham : Wah terimakasih sudah berkunjung :)
ReplyDelete