Thursday, March 10, 2016

Aku Membenci Hujan, sebab....

BY Ricky Douglas IN No comments



Judul: Hujanlah Lain Hari
Penulis: Lindaisy
Penerbit: DIVA Press
ISBN: 978-602-296-050-8
Tebal: 355 halaman
Tahun terbit: November 2014
Cetakan: Pertama
Genre: Fiksi Remaja
Rating:
Annyeong haseyo pembaca setia yang tersayang. Hm, mungkin sudah bisa sedikit ditebak kali yaa saya akan me-review buku seperti apa? Nah, review buku kedua ini berkisah tentang novel fiksi remaja dengan setting negri gingseng, Korea.
Novel ini beraroma sangat manis! Ya-ya-ya, seperti kebanyakan cerita yang mengangkat kehidupan anak Korea lainnya, Drama Queen! Novel dengan tebal 355 halaman ini sukses membuat saya jungkir balik. Gigit jari. Senyum tidak jelas. Dan sedih bukan kepalang.
Cerita dibuka dengan kehidupan masa kecil Jangwoo. Saat ia dituduh mencuri uang teman kelasnya. Hidup dengan predikat melarat membuat siswa lain dan guru tak mempercayai anak ini, termasuk orang tuanya sendiri. Ayahnya yang kecewa pun marah bukan main. Ia mengguyur tubuh Jangwoo dengan air seember! Dan, di sisi lain, di pekarangan rumahnya, sepasang mata imut dari gadis kecil berusia lima tahun memandangnya nanar, Janhwa namanya. Orang tua Janhwa jauh-jauh datang dari luar kota menengok sahabat lamanya, Jangsuk—Ayah Jangwoo.
“Memangnya kenapa kalau aku nakal? Kau mau mengejekku? Apa kau pikir anak orang kaya sepertimu selalu benar” Jangwoo menjadi lebih sensitif malam ini. –Halaman 15
“Kau ini tuli atau apa? Berhenti mengikutiku! Pulang!” –Halaman 16.
“Aku tak tahu jalan pulang,” sahut Janhwa tahut-takut. –Halaman 16.
Tragedi terjadi saat Jangwoo yang berusia sembilan tahun mengusir Janhwa dengan geram. Semua panik saat Janhwa tak kunjung pulang. Padahal, hari sudah gelap terlebih sekarang hujan. Dengan susah payah bahkan mengalami luka sayat di lengannya, Jangwoo berhasil menemukan gadis kecil itu dan membopongnya balik. Jangwoo pun dihukum berdiri di bawah guyuran hujan.
Masalah tak sampai di sana, suatu hari saat Jangwoo asyik menyantab makanan bersama keluarga, pintu rumah mereka digedor tak sabar. Hujan deras sekali saat itu. Kejadian pun begitu cepat di mata Jangwoo. Yang ia tangkap, setelah perkelahian sengit, ayahnya terkapar bersimbah darah di pekarangan mereka dengan luka tembak di leher. Jangwoo yang panik mengajak ibunya berlari menghindari sang penjahat. Namun sayang, saat bersembunyi di kebun ubi bertanah liat, Ibunya pun ditembak mati. Sebelum nyawa benar-benar melayang dari Misun—Ibu jangwoo—wanita ini menusukkan pisau ke dada salah satu penjahat, membuat Jangwoo berhasil melarikan diri.  
***
“Nona itu memberikanku porsi spesial, payung, dan rela kehujanan demi diriku? Nona... kau menyukaiku, ya?” –Halaman 48.
Jangwoo yang kini sudah dewasa, bertubuh jangkung, rambut gondrong, menatap kedai mie yang baru ia singgahi. Terlebih membayangkan pelayan wanita berambut panjang yang sangat baik padanya.
Suatu kejadian tak terduga membuat Jangwoo berminat kerja di kedai mie. Dilatih atasannya, ia pun resmi menjadi koki di sana. Namun, sering bertemu dengan wanita berambut panjang yang sebelumnya ia duga sebagai pelayan, membuat hubungan mereka lebih dari atasan dan bawahan. Keduanya berteman.
“Janhwa itu ibarat buku tebal yang bersampul polos dan hanya berjudulkan satu nama. Geum Janhwa. Tapi begitu kau membukanya, kau akan tahu berapa banyak kata yang tertulis pada buku itu. Bacalah dan nikmati waktumu bersama buku itu.” –Halaman 94.
Ya, Jangwoo akhirnya mengetahui fakta bahwa bos pemilik kedainya adalah Janhwa. Gadis sama yang ada di masa lalunya. Gadis cengeng. Merepotkan. Menyebalkan. Jangwoo semakin masuk ke kehidupan Janhwa, laki-laki ini pun sangat karib denngan Janmyung—adik Janhwa—yang sudah satu tahun menginap di rumah sakit akibat penyakit yang dideritanya.
Janmyung meninggal, membuat Janwha sebatang kara sekarang. Kedua orang tuanya pun telah tiada bertahun-tahun silam. Saat hendak menjemput bocah laki-laki kecil anak dari sahabatnya. Kini hanya Woohyun sahabat karib yang dimiliki Janwha. Sahabat yang sempat mengisi hatinya dulu.
Bahu Janwha terluka. Ditusuk panjahat yang menyelinap masuk ke kedainya di malam hari. Untunglah ada Jangwoo yang datang kala itu meskipun ia harus rela babak belur. Kasus ini sudah diusut polisi, mencari tahu motiv tersangka yang mengambil sertifikat kedai dan rumah Janhwa. Tersangka pun ditangkap. Namun, kesaksian tak terduga keluar dari bibirnya.
“Kau lupa? Malam itu aku mengintai rumahmu dan saat aku sedang berdiskusi dengan Jangwoo, kau pulang.” Pria itu menyeringai, memaksa Janhwa mengingat-ingat.         –Halaman 221.  
Janhwa marah besar pada Jangwoo, ucapannya pun tak terkontrol lagi.
“Jangan berani menginjakkan kakimu di sini lagi! Ambil ini, kau lebih perlu uang ini.” Janhwa mendorong sebuah amplop tebal berisi uang. –Halaman 223.
“Dari mana kau menjelaskannya? Melamar kerja di sini? Mencari segala informasi tentangku, adikku, penyakitnya, dan membayar biayanya? Merencanakan sesuatu dengan teman masa kecilmu untuk medapat segala milikku?” –Halaman 223.
Jangwoo geram sekaligus sedih. Kecewa. Ia tak menyangka niat baiknya dituduh seperti itu oleh Janhwa hanya karena kesaksian palsu si tersangka. Ia pun memutuskan pergi dari tempat itu. Dari kehidupan Geum Janhwa.
Tak berselang lama, Woohyun melamar Janhwa menjadi tunangannya. Melingkarkan cincin berlian cantik di gadis itu. Tapi, Janwha tak sepenuhnya bahagia, entah kenapa Jangwoo tiba-tiba mengisi semua pikirannya hingga gadis itu mengambil keputusan paling bodoh. Ia mulai mencari Jangwoo lagi. Sampai tibalah ia di Seol. Cerita pun kembali ke babak selanjutnya antara Jangwoo, Janhwa, dan Woohyun.
-Sekian-
Kelebihan, novel ini alur ceritanya sangat apik. Dibuka dengan BAB awal yang mengharu biru, lalu ke sisi romantis di BAB selanjutnya, membuat pembaca ingin terus membuka lembar demi lembar. Watak setiap tokoh pun sangat ciamik. Penulis benar-benar hebat membangun karakter tokohnya. Salut! Saya sangat menikmati cerita ini.
Bicara tentang kelemahan, hm... lumayan banyak menurutku, terutama tentang aturan menulis dan EYD. Ah, sampai membuat berdecak kesal! Hal-hal seperti ini seharusnya sudah dapat diantisipasi penulis dan editor, tapi... yasudahlah. Namanya juga kita kan manusia. Kumpulan dari sebuah kesalahan. Baiklah, coba saya jabarkan;
A.    Kesalahan EYD, aturan menulis, dan hal yang seharusnya perlu diperbaiki.
1.      Ketiga pria itu menyeret Jangsuk yang masih tersungkur. Menyeretnya seperti karung sampah Sesampainya di teras bla bla bla bla.... –Halaman 35.
KOREKSI: TAMBAHI TANDA TITIK YA! (.)
2.      Tanya pemuda yang sedang duduk bersila sambil menghembuskan asap rokoknya.
KOREKSI: BUKAN HEMBUSKAN YA, TAPI EMBUSKAN! OTOMATIS JADINYA (MENGEMBUSKAN) BUKAN (MENGHEMBUSKAN)
3.      “Eotoriya?” pekik Minsung. “Eotoriya, Eotoriya, dara diri dara du....” –Halaman 131.
KOMENTAR: Apa itu Eotoriya dara diri dara du? Oh ayolah, saya tahu ini novel setting Korea meski deskripsi settingnya buruk sekali, tapi setidaknya dijelaskan dialog apa itu!
KOREKSi: Seharusnya dibuat seperti pada halaman 136. “Tagates erecta, Tagates lucida, Tagates minuta, Tagates patula.” Kakek menyebutkan nama-nama bunga itu seakan menjejalkannya ke kuping Jangwoo.
      Nah! Jadi jelaskan si Kakek ini sedang berbicara tentang apa? Tentang bunga!
4.       “Destilasi atmosferik merupakan tahap pemisahan yang sangat penting. Operasi pemisahan ini didasarkan atas volatilitas komponen-komponennya dengan menggunakan suplai panas pada tekanan atmosfer. Pada akhirnya komponen yang lebih volatil akan terpisah dan terbawa sebagai destilat, sedangkan komponen yang kurang volatil akan tertinggal di dasar. Pemisahan dilakukan pada temperatur tiga ratus sampai tiga ratus lima puluh derajat Celcius.” –Halaman 143.
KOMENTAR: ASTAGA!!! INI APA? NASKAH BERITA? MAKALAH? SKRIPSI?! HELO, INI KARYA FIKSI! SEMPILKANLAH SI TOKOH! MIMIK WAJAHNYA. GERAK TANGANNYA. ATAU APAPUN!
5.      ‘10. Selamat Tinggal, Janmyung.’ –Halaman 157.
KOMENTAR: SAYA KURANG SREK DENGAN JUDUL BAB SEPERTI INI. SANGAT MEMBOCORKAN INTI DAN RAHASIA DARI BAB ITU SENDIRI. MEMBUAT SAYA SEBAGAI PEMBACA JADI MALAS MELANJUTKAN.
6.      (Janhwahanyamenggenggamgelasplastiknyadengankeduatangan,) -Halaman 158.
KOMENTAR: HAH, INI PENULIS DAN EDITOR-NYA MUNGKIN SEDANG LELAH HIHIHIHI J
7.      Beberapa menit berlalu seperti itu. Janwha masih memeluk Woohyun, tapi tak juga ada tangisan dari keduanya. Janhwa bahkan tak menitikan air mata meski matanya sudah sangat basah. –Halaman 174.
KOMENTAR: Di sini logikanya agak kurang. Bayangkan saja! Mata Janhwa sudah sangat basah, dalam artian air sudah menggenang di pelupuk matanya. Tapi, masih tak ada titik air mata yang jatuh walaupun sudah beberapa menit seperti itu. Masuk akal kah? Tidak! Saya rasa, kantung mata itu seperti kandung kemih, jika penuh, maka langsung mengucur sendiri. Ah, malah kandung kemih masih bisa dikontrol.
8.      Sama-sama asyik dengan pikirannya masing-masing. Bedanya, jika yang laki-laki sibuk membolak-balik sampul buku karena bosan, maka perempuan di sampingnya sibuk membolak-balik buku dan mengeliminasinya satu per satu.
KOREKSI: TERLALU BANYAK PENGULANGAN KATA YANG BERDEKATAN. BISA CARI DIKSI LAIN!
9.      (“Tunggu.Akubarumenyadarisatuhal.”Woohyunmencondongkan). –Halaman 248.
KOMENTAR: HUH! CAPEK MATA BACANYA.
10.  Berputar-putar pasrah mengikuti hembusan.... –Halaman 258.
KOMENTAR: PAK, BUK, ENTAH SAYA YANG LUPA ATAU BAGAIMANA, SETAHU SAYA, YANG BETUL ITU EMBUSAN BUKAN HEMBUSAN.
11.  (Tes....
Air mata Woohyun meluncur tanpa henti dan tanpa isakan.) –Halaman 324.
KOMENTAR: HEM... LAGI-LAGI. ADA YANG BISA KASIH TEORI PASTI KALAU BUNYI AIR MATA YANG JATUH ITU ADALAH (TES)??? INI NAMANYA ONOMATOPE! HINDARI SAJA SAAT MENULIS KARENA TERKESAN MEMBODOHI PEMBACA.
12.  “Ini perlu waktu lumayan lama, tapi akan kuusahakan selesai sebelum kelasi ini selesai,” –Halaman 331.
KOMENTAR: Ubah kalimat ini! Penggunaan dua kata dengan jarak yang berdekatan terkesan pemborosan. Membosankan. Tidak kaya akan diksi. Bisa diubah menjadi, “Ini perlu waktu yang lama, tapi akan kuusahakan selesai sebelum kelas ini berakhir.” 
13.  Saya bingung. Ini novel tentang Korea. Mulai dari nama tokoh. Penggunaan tempat seperti Busan, dll. Tapi, saya tidak merasakan unsur negri Korea itu sendiri. Hanya seperti tulisan yang ‘menumpang’ tempat di negara Korea sana. Novel ini kurang sekali deskripsi suasananya.

            Sekian Review dari saya. Percayalah, jika saya pun disuruh membuat novel yang baik dan benar, saya akan mengatakan kalau itu sangat sulit. Saya paham betul. Makanya saya sangat menghargai penulis yang mampu menyelesaikan tulisannya.
            Dan percayalah lagi, tak ada niat menjatuhkan, menjelekkan, atau unsur negatif lainnya. Maaf jika penyampaian saya yang mungkin kurang berkenan di hati kalian. Selamat berkarya!

0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)