Bagian ke-10
Orang-Orang Baru
Sudah satu bulan ini aku tinggal di Jakarta. Dan, bisa dibilang kota ini
menebar tawaran kisah hidup yang rumit. Mengerikan. Sedikit manis, pahit,
perpaduan yang pas sebenarnya jika berpikir dengan bijak. Misalnya, saat
bertemu orang-orang dengan tingkat kesombongan luar biasa, sifat ‘aku yang paling tenar di sini’ dan
semua kerakusan akan harta, tahta, dan banyak lainnya.
Ah, aku selalu menyukai kutipan dari
film yang pernah kutonton. ‘Jika
kau bertanya padaku mana yang lebih baik, orang yang berjalan dengan cepat atau
perlahan, aku akan lebih memilih mereka yang berjalan secara perlahan. Sebab,
mereka akan mampu melihat, mendengar, dan merasakan dengan lebih jelas’.
So, sama seperti sekarang, langkah pelanku membawa hal-hal datang tak terduga
selama satu bulan ini.
***
Casting pertama di Jakarta, 27 November 2015. Aku
masih ingat betapa mengerikannya sebuah chanel
di dunia entertaint. Hari itu, ditemani Yuk Rika aku pergi menantang para
sutradara iklan. Dengan gagah berani pantatku telah sempurna menempel pada
kursi ruang tunggu casting. Satu
persatu orang datang, dan tentu, penampilan mereka semua kinclong. Naaslah
diriku yang saat itu terlihat seperti babu habis dipecat majikan. Lusuh. Baik
muka maupun penampilan.
“Ihhh kece-kece banget yaa dek?” sambar Yuk Rika. Matanya
dipenuhi lambang love sebesar kepala
dinosaurus.
Hah, selain tubuhku yang sekel, kini napasku pun sekel. Mengkel.
Mengkerut. Bukan takut tidak lolos casting—takut juga sih dikit—tapi melihat
mereka yang kebetulan hari itu open casting khusus cowok, nampak akrab dan
bersahabat sekali sama caster (orang yang menilai akting. Bisa dibilang seperti
juri). Satu orang datang, lalu cipika-cipiki sama caster dan tanpa ngantri langsung
disuruh masuk ruangan casting. Satu lagi datang, langsung adu tinju
salam sahabat lalu juga tanpa antri ia segera masuk ruangan. Shit, ah, uh, banget deh yaa emang.
Tapi, tak masalah! Aku orang baru. Wajar dong mereka tidak mengenal sosok yang
dirasuki Vino G Bastian ini.
Tibalah giliran masuk ruangan. Duduk manis menghadap caster. Kaki
dirapatkan. Tangan di atas meja. Dan tebar senyum kuda dengan prinsip abaikan
saja jika gigi anda ternyata tidak bagus. Kepala tegak lurus. Mata sedikit
kedap-kedip pertanda cacingan percaya diri, menurutku wkwk. Lalu membaca
script. Tak lama kemudian, aba-aba
tanda dimulainya akting pun bergema.
Saat itu aku adu acting dengan laki-laki bernama Radit. Dia jauh lebih tinggi
dan kinclong daripada aku. Kalau menurut Yuk Rika, laki-laki ini mirip Al anaknya
Ahmad Dhani. Tak masalah jika dia mirip Al, aku harus mirip artis yang jauh
lebih tinggi. Aku akan menjelma menjadi sosok Mulan Jamila Nyiahahahaha!!!
Benar-benar strategi yang indah, pikirku.
“Kenapa mas cengar-cengir?” tanya Radit melihat wajah licik-ku.
Aku yang panik karena tanpa sadar kepergok mengatur strategi menjadi Mulan Jamila pun, akhirnya mengalihkan
pembicaraan. Pura-pura tidak mendengar pertanyaan Radit, dan sibuk
menyenandungkan lagu ‘Kamulah mahluk Tuhan yang tercipta yang paling seksi’
sambil menghadap dan menggaruk-garuk tembok.
Casting Kedua di Jakarta, 30 November 2016. Aku bersyukur pada takdir. Baru
beberapa hari di Jakarta tapi sudah bertemu sahabat yang baik hati. Dia
segalanya bagiku. Ia teman. Sahabat. Kadang seperti keluarga. Tak jarang
terlihat layaknya pacar, kakak, adik, pokoknya dia benar-benar setia. Selalu
datang jika aku membutuhkan. Tepat waktu saat aku bingung harus bertumpuh pada
apa dan siapa lagi. Rela menemaniku keliling Jakarta. Dia, pahlawanku! Aku dan
masyarakat Kota Jakarta lainnya biasa memanggilnya dengan sebutan Gojek. Terimakasih Gojek. Sekarang aku
bisa tersenyum di tengah ke-jombloan ini :’)
Yoshh!!! Semangatku membara sekali. Aku sudah di rumah seorang perempuan
cantik bernama Rany. Umurnya jauh lebih tua dariku, tapi kalau soal muka tak jauh
beda. Awal pertemuanku dengannya saat terlibat shooting FTV di Semarang. Wanita
asli Semarang yang berkarir di Jakarta ini telah banyak sekali jaringan
artisnya. Konon, ia pun dulu sempat menjalin hubungan sama artis besar hihihi.
Dari Yuk Rani-lah aku mengenal Rahmad dan Anindika. Dua muda-mudi yang cukup
banyak sudah membintangi FTV. Hari itu kami habiskan mengendarai mobil Yuk Rany
untuk casting di MNC dan salah satu program Net TV. Berbeda dengan casting
iklan sebelumnya, kali ini jalanku sedikit lebih mudah. Ya, tidak lain karena
aku datang bersama mereka. Baru datang saja aku dan Rahmad sudah diberi
naskah dan langsung casting. Sementara Yuk Rani dan Nindia, mereka sibuk tanda
tangan kontrak buat project FTV selanjutnya di MNC.
Malamnya, kami makan berat di Pondok Indah Mall. Aku tidak memesan makanan
karena Yuk Rika di kontrakan pun sudah memasak cukup banyak. Jadi selain
kenyang, aku pun berhemat Nyiahahahhaa.
“Udah Dog lu makan bareng gua aja ya. Gua gak habis nih kalo makan sendirian.
Lu bareng gua deh ya? Oke?” tawar Yuk Rany.
“Tapi yuk,” seka-ku ragu.
“Yah, gak mau ya?” tanya Yuk Rani. “Yaud—
“Mau kok!!!” potongku cepat. “Berhubung Yuk Rani maksa, aku mau deh,”
sambungku. “Lagian aku juga pasti makan dikit kok, kenyang banget nih tadi kan
habis makan bakso dua mangkok di lokasi casting,” tambahku lagi.
Yuk Rany hanya mengerutkan dahi melihatku dengan tatapan yang seakan
bicara Heeeee siapa yang maksa lu keuleuus?!
Selama proses makan memakan inilah aku banyak mendengar pengalaman dari
mereka bertiga. Dan, aku masih ingat dalam bayang-bayang otak cemerlangku
tentang perkataan wanita cantik semampai bernama Anindika,
“Kalau sama PH mah jangan gampang
GR. Sebelum benar-benar di-lock, mereka masih bisa ngeganti pemain. Gitu deh
pokoknya, sering banget kayak kita tuh udah dikondisikan sebagai talent yang
lolos, eh taunya pas hari H diganti.”
Hmm, satu lagi pengetahuanku bertambah. Perbedaan makna keep dan lock dalam dunia entertaint. Oke, akan kuingat!
“Ihhhhhh Douglas!!!” teriak Yuk Rany tiba-tiba saat akhir cerita panjang
lebar Nindika telah selesai. “Kok pasta-nya udah habis??? Aku belum makan sediki
pun lho. Akkkkkhhhhhhh katanya lu kenyang,” rutuk Yuk Rany.
“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” Aku mengeluarkan pasta yang tersisa di
ujung-ujung bibir.
Casting Ketiga di Jakarta, 02 Dessember 2015. Woaaaaaahhh
haaayaaaaaaa aku girang banget mirip tante girang, saat mendapat BC casting
iklan yang jaraknya hanya memakan waktu lima belas menit dari kontrakanku jika
jalan kaki. Yahooooo, saatnya meluncur. Dari luar pintu kontrakan, aku jalan
kaki sekitar 300 meter untuk menuju jalan yang dilalui angkot. Sesampainya di sana,
langsung saja melambaikan tangan ke angkot bernomor 16 dan turun di
apartemen Kalibata.
Saat itu pukul tujuh malam. Hati-hati sekali aku melangkahkan kaki ke salah satu kedai kopi di area apartemen. Tanpa terasa kakiku melangkah hingga berhenti di meja yang saat itu sedang diduduki pria. Kami saling memandang.
Yap. Tak salah jika aku menghampiri laki-laki ini, rasanya kami pernah bertemu
sebelumnya.
“Kamu,” ucap kami berbarengan. “Aku?”
ucap kami lagi bersamaan. “Kita?” lagi-lagi kami berucap di waktu yang sama.
“Kamu?” ucap satu suara membuayarkan lamunanku. Ah, itu suara laki-laki
di hadapanku ini.
“Oiiyyaa, mas-nya yang casting salah satu program Net TV kemarin kan?”
dugaanku, yang selanjutnya dijawab anggukan kecil darinya.
“Kiki,” ucap si mas-mas mengulurkan tangan.
“Ah, iya, sorry. Saya Douglas.”
Habislah malam kami gunakan dengan mengobrol. Pria satu ini ternyata
gokilnya tidak ketolongan. Boleh saja usianya lebih tua dariku, tapi untuk
selera homor dia lebih fresh. Banyak guyonan yang aku sendiripun jarang
mendengarnya. Contohnya, saat tiba-tiba orang melewati kami sangat dekat,
bahkan hampir menabrak. Mas Kiki langsung ngomel. Helooo, U think?! Dengan bibir, nada
centil, dan gerekan tangan di dekat leher yang seperti menebas sesuatu ke arah
samping.
“Buahahahahahahahahahahaaa.” Tawaku pecah.
Bahkan, laki-laki ini pun mengajarkanku cara gerakan yang benar saat
mengucapkan kata U think. Pinggang
sedikit menekuk. Tangan kanan di angkat sejajar leher. Lalu teriak imut U think dengan bibir monyong serta telapak tangan yang
bergerak layaknya menebas sesuatu.
“Eh, tunggu deh mas,” ucapku menghentikan tawa lebay-nya. “Kayaknya
gua pernah liat lu di TV deh yaa. Iyaa gak sih? Pernah liat di iklan kayaknya,”
ujarku mengamati.
“Ohhh, gua emang terakhir sempat kepilih Iklah Biore mens bro,” jawabnya.
“Wuih badai banget.”
Lama-kelaman kami menyadari satu hal. Ini sudah jam sepuluh malam lebih,
dan tak ada satupun caster yang datang. Bahkan, talent lain pun tak ada selain
kami. Zzzz, zonk sekali malam ini. But,
its okay. Setidaknya bisa nambah teman.
Casting Ke-empat di Jakarta, 05 Desember 2015. Mataku
menandingi kuntilanak yang sedang mendelik. Tubuhku resah gelisah basah
menyaingi pocong yang sedang lompat-lompat. Gigiku bergemetak gugup mengalahkan
gigi runcing dracula saat menyedot daki darah di leher mangsanya. Aku
pun membuat Wewe gombel merasa tersaingi karena anuku yang terlihat sama
seperti wewe Nyiahahaha.
“Oke, sekarang...” ucap caster lapangan sedikit terpotong. Ia melihat
daftar peserta. “Ricky Douglas,” lontarnya kemudian.
Makin melotot, bergemetak, dan merindinglah aku saat nama tampan itu
terucap dari bibir caster. Otak langsung membayangkan gerakan para peserta
sebelumnya. Aku pun mendekati sang caster berperawakan preman ini.
“Lo bisa berantem kan? Lo bisa marah kan? Lo marah sejadi-jadinya! Lo
kesal se-kesal-kesalnya. Jangan keliatan akting. Oke, bisa?”
“B-bisa, Bang.”
Hari ini, di Rukan Fatmawati Festival, memang aku mengikuti casting Film yang entah kenapa setiap
laki-lakinya disuruh fighting. Oke, mungkin ini Film action, pikirku. Lantas,
bergeraklah tubuh ini. Aku memulai action berantemku!
“Ciaaaaaaattt hiaaaaaaatt huaaaaaaa ciah cuih cyiiiiaaaat uhhhhhh
huaaaaak hiiaaaaaakk.”
Aku teriak-teriak tak jelas. Kadang meninju. Menendang. Menyundul. Serong sana-sini. Angkat kaki sebelah. Tangan sebelah. Geleng-geleng kepala. Dan, hingga akhirnya
aku pun lari ketakutan saat imajinasi-ku membayangkan ada sosok spongebob
membawa golok ingin membunuhku!
“Kyiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” lari sana-sini. berputar-putar sambil tangan melambai menandakan kata nyerah.
Tidak! Aku tidak boleh nyerah! Kurang ajak kau spongebob!!! Aku pun
menyerang balik. Kali ini kugunakan semua jurus-jurus yang kupelajari dari
anime Naruto. Pukulanku makin membabi buta. Jika orang lain melihat, mungkin
aku dianggap gila. Terkadang memukul angin, dedaunan, dan tak sengaja ubin pun
terkena pukulanku. Di akhir perkelahian, sang musuh sudah terkapar tak berdaya.
“Nyiahahahhahahahaha huehuehuehue,” tawaku menggelegar. “Cuih,” kuludahi sang musuh di
ubin lapangan, yang sebenarnya ia hanyalah imajinasi.
“Oke, selesai,” tutur caster.
Baru hendak ingin melangkah pergi, tanganku mendadak keram. Aku menatap
ngeri cairan kental yang memancur dari tanganku.
Tydaaaaaaaccccckkk!!!
*Bersambung
Baca episode sebelumnya, di sini yaaa :) Ospek Kokta Jakrta. Bagian Ke-9; Menuju Dunia Baru. Shin Sekkai.
Baca episode sebelumnya, di sini yaaa :) Ospek Kokta Jakrta. Bagian Ke-9; Menuju Dunia Baru. Shin Sekkai.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)