Sunday, January 10, 2016

Ospek Kokta Jakrta. Bagian Ke-9; Menuju Dunia Baru. Shin Sekkai.

BY Ricky Douglas IN No comments



Bagian Ke-9
Menuju Dunia Baru. Shin Sekkai.

Lantai atas dan bawah benar-benar telah gulita. Tak ada cahaya sedikit pun walau hanya berpendar. Ya, hampir di semua keluargaku menyukai tidur dengan nuansa gelap, kecuali Yuk Rika. Dari tadi ia memainkan hape untuk membuat cahaya kecil di kamar. Namun, akhirnya mata mengalahkan rasa takut. Ia pun lelap. Baru saja aku ingin menyusul mereka semua ke dunia mimpi, tapi satu suara seakan menarik-ku secara paksa. Membuat adrenalin rasa penasaran membuncah. 

Berhasil mengambil senter kecil di dalam tas, aku pun turun ke lantai bawah kemudian membuka pintu secara perlahan. Sangat hati-hati. Satu kaki melangkah keluar, kemudian disusul kaki lainnya. Dari luar pintu, aku belok ke kiri, ke arah gudang kontrakan. Suara dari arah gudang semakin terdengar. Seperti sesuatu yang merintih. Mirip erangan. 

Deg! Melihat pemandangan di dekat gudang, perutku tiba-tiba mual. Keringat bercucuran. 

“Ini kan?” ucapku tertahan. “Kyaaaaaaaaaa!!! Ahhhh!!!” 

Kutarik lagi kenop pintu. Naik ke lantai atas. Pasang selimut. Dan memejam kan mata. Mencoba melupakan kejadian barusan. Pemandangan mennggelikan yang kulihat. 

Pilsuk banget dah tuh kucing. Bisa-bisanya mesum di gudang! Eh, tapi... apa enak ya main gelap-gelap gitu? Syololololo. 

Sepasang muda-mudi kucing tengah asik bermesraan dalam kardus. Mereka sedang berusaha memperbanyak populasi kucing di dunia. Apalah daya jomblo sepertiku yang melihat kejadian tadi. Hanya bisa memohon cepat didekatkan jodoh agar bisa main gelap-gelapan juga.

***
Kami sekeluarga memutuskan jalan-jalan sebelum mereka pulang ke Palembang. Berdasarkan hasil voting—walaupun cuma adik bungsuku yang melakukannya—kami pun melipir ke Taman Impian Jaya Ancol. Berkeliling-keliling melihat pemandangan di sana. Dari restoran yang nampak terapung, pantai, wahana air,  hingga akhirnya memutuskan bersantai di dalam gondola. Yuhuuu!!!

“Ibu kenapa matanya mejam-mejam gitu? Ngantuk?” tanyaku melihat Ibu yang kini mata terpejam tapi mulut komat-kamit tak jelas. 

Ibu masih diam. Ia tak menjawab. Mulutnya tetap saja komat-kamit. 

“Ibu cacingan ya?” tanya Dek Okta polos. 

‘Hust! Kurang ajar ih adek. Ibu kan takut ketinggian,” jawab Yuk Rika. “Ibu jangan takut ya, kita kan cuma naik gondola. Lagian gondola itu jalannya pelan kok. Iya gak, Yah?” tanya Yuk Rika yang meminta bantuan Ayah untuk menenangkan istrinya itu. Tapi, tak disangka, si Ayah kita malah heboh foto-foto dengan camera digital miliknya. 

“Iya, Buk. Gondola itu jalannya pelan kayak siput,” sambarku akhirnya.

“Tapi, tetep aja kan ngeri dek Iki,” protes Ibu dengan muka tegangnya. 

“Nyantai aja. Liat deh Buk. Di bawah kita itu ada air, jadi kalo pun jatuh gak sakit kok, kan jatuhnya ke air. Ada batu-batuan juga sih di bawahnya, yaaa paling lecet-lecet dikitlah kalo jatuh dari sini.” Aku yang mencoba menenangkan Ibu jadi bangga dengan daya imajinasiku. 

“Astaga!” Ibu makin komat-kamit. Barulah di setengah perjalan, beliau mulai membuka mata.

“Yeeeee.” Tepuk tangan kami serempak. Menyambut Ibu yang telah buka mata. 

Di dalam laju gondola ini hanya ada kami sekeluarga yang sibuk sekali ber-wefie-ria. Setelah melaju cukup jauh dan melewati beberapa pos, gondola ini pun berputar balik ke arah semula. Di tengah perjalan, ada ‘sekawanan’ manusia lain yang berpapasan dengan kami di dalam gondola. Bak seorang monyet menemukan kawanannya, aku heboh melambaikan tangan ke gondola di sebarang. 

“Halooooo.... Apa kabar wahai gondola di seberang?” teriakku melengking. 

Tak dinyana, bapak-bapak berkacamata di seberang pun melambaikan tangan. Dia mengeluarkan handphone dan membidik kameranya ke arahku. Aku bergidik melihat aksi si bapak kumis tebal. Lebih tak disangka lagi, dia memberikan gerakan bibir ‘kiss’ ke arahku. Kyaaaaa!!! Astaga dragon!!! Buru-buru aku memalingkan muka dari bapak tua itu. 

***


  “Ahhh kalian udah mau balik ajaa nih. Nginep lagi semalam dong,” bujuk Yuk Rika. 

“Kasian Dek Okta, Yuk. Minggu depan dia udah mulai ujian,” balas Yuk Rika. 

Setelah saling memberi pelukan dan melepasnya, Ayah, Ibu, Dek Okta, dan Mang Bidit pun pamit balik ke Palembang. Ini masih pukul empat pagi, semoga perjalanan mereka lancar. Amin.

“Daaaadaaaaaaaahhhh, hati-hati di perjalnan yaa!!!” teriakku pada mobil yang sudah mulai menjauh. 

Aku dan Yuk Rika kembali ke kontrakan, dengan muka lesu kami membuka kenop pintu. 

“Yosssshhhhhaaaaa!!!” teriak-ku tiba-tiba dengan kedua tangan mengepal ke atas. 

“Kampret ngapain sih teriak-teriak gitu!!! Ngagetin aja tauk!” cela Yuk Rika. 

“Haa??? Kampret??? Mulai sekarang panggil gua Kapten Monkey D Douglas. Saat detik ini juga, kita akan berlayar ke dunia baru. Yahooooo!!!”

“Eh, bocah! Mau gua anter ke rumah sakit jiwa gak?!”

“Hey Choper! Lu jangan lancang yaa sama Kapten!” Aku mendelik tajam ke Yuk Rika. 

“Choper??? Rusa dong gua?” 

“Lho kok tahu? Emang udah nonton One Piece?”

“Udah sih dikit,” ucap Yuk Rika ragu. “Minggir aah gua mau lewat!” Ia menyerobot hingga menabrak tubuhku. 

Aku yang kesal pun tak tinggal diam. Saatnya menunjukkan siapa kapten sebenarnya di sini. 

“Choper rasakan ini! Gomu Gomu No... pistoll!!!” Kulempar sebuah guling tepat di punggung Yuk Rika. Ia yang merasa kesal pun melakukan serangan balik. 

“Lu gak usah semena-mena ya!!! Gua keluarin jurus nih! Kungfu point!”

Dan, terjadilah perang antara Monkey D Douglas dengan Tony Tonhy Choper yang lebih mirip gajah ketimbang rusa buahaha. Buat kalian yang tidak paham bahasan ini, silahkan nonton anime berjudul One Piece dulu deh wkwkw. 

*Bersambung.

Baca Episode Sebelumnya di Sini yaaa :)  Ospek Kota Jakarta. Bagian Ke-8; Tempat Tinggal Baru.

Baca Episode Selanjutnya di Sini yaaa :) Ospek Kota Jakarta. Bagian ke-10; Orang-Orang Baru




0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)