Thursday, December 28, 2017

MANUSIA PESAKITAN

BY Ricky Douglas No comments



Hari pertama setelah aku mendeklarasikan kata menyerah untukmu, adalah hari pertamaku jadi manusia pesakitan. Manusia kosong. Nyaris lupa cari menarik bibir untuk tersenyum. Malam itu, aku pura-pura menenangkan hati dengan menipu pikiran kalau saja kau masih mau berdampingan lagi denganku. Tapi, ada yang beda. Sorot matamu datar. Senyummu bukan lagi yang kukenal seperti lalu-lalu. Kaukah itu? Sekuat apa kau sekarang? Aku saja sudah sekuat tenaga menahan tangis pecah, tapi dirimu masih pintar bergurau di depanku. Aku rindu memelukmu. Mencium bau tubuhmu. 

"Kau bahagia sekarang? Sudah tidak ada lagi bekas sakit yang sempat aku torehkan?"

Tanyaku padamu, sebagian dariku ingin mendengar kau bahagia, dan sisi lainnya ingin kau masih menyimpan luka. Luka karenaku. Sebab, itu satu-satunya alsanku untuk terus bisa dekat denganmu. Untuk menghapus kesedihanmu. 

"Aku sekarang jauh lebih bahagia. Gak ada lagi tuh kesedihan. Aku udah lupain yang kemarin-kemarin," jawabmu tegas.

Ada rasa sesak yang lamban-laun mulai menggerogoti diriku. Satu kesadaran baru muncul di benak, kau akan baik-baik saja tanpaku, Atau mungkin, jauh lebih baik tanpaku. 

"Jujur, aku memang masih sayang sama kamu. Tapi, aku udah gak percaya lagi sama kamu. Gak tahu kenapa, kalau deket kamu tuh bawaannya selalu emosi. Aku lebih bahagia sekarang. Tanpa kamu." 

Buliran air yang sedari tadi kokoh di pelupuk, kini akhirnya jatuh. Aku sudah benar-benar kehilanganmu dalam artian sesungguhnya. Ya, kau lebih bahagia tanpaku. Lantas, apalagi yang harus kupaksakan? Mungkin aku bisa egois memaksakan kau kembali lagi padaku, demi kebahagianku, tapi rasanya terlalu picik! Karena kebahagian kita sudah beda. 

"Kok diem. Mukanya mana? Aku pengen liat muka kamu...,"ucapmu lewat layar smartphone. 
  
Jujur, aku malu karena terlalu lemah untuk tidak menangis. Aku pengen marah. Memaki. Teriak. Aku ingin memberitahukan padamu kalau aku membutuhkanmu! Menyayangimu. Tidak bisa jauh darimu. Karena aku, cinta padamu. 

"Jadi gak ada lagi kesempatan buat aku?" tanyaku dan dijawab gelengan cepat kepalamu. 

"Baiklah. Aku meneyrah, Ini adalah akhir dari perjuanganku. Kalau kamu sudah bahagia, sudah tidak ada sakit di hatimu, itu sudah cukup bagiku. Sekarang biarkan giliranku yang menyembuhkan hati. Mungkin kita tidak perlu lagi saling sapa di dunia maya, tidak perlu lagi video call. Aku bakal nge-block semua sosmed dan kontak hp kamu. Bukan karena aku benci kamu, hanya saja, aku ingin menyembuhkan sakitku."

Kulihat matamu pun sudah mulai berkaca. Beberapa kali kau menentang gagasanku untuk tidak mengenal lagi satu sama lain, "bagaimana kalau aku kangen? Aku boleh nelepon kamu kan?"'

"Jangan. Aku tidak mau lagi terjebak dengan rasa percaya diriku kalau kau masih mengharapkan cintaku. Aku harus membuka mata kalau semua sekarang sudah berbeda. Terimakasih buat semuanya. Maaf untuk kesalahanku selama ini"

Setelah aku menyampaikan kalimat perpisahanku padamu, giliran kau berujar. Dan kalimatmu mampu membuatku sadar kalau selama apapun dan sejauh apa pun aku pergi darimu, hatiku akan terus mengingatmu. Akan terus menjadi milikmu. Aku tidak tahu lagi caranya agar kau kembali percaya padaku. Agar kau kembali percaya kalau aku menyayangimu. Aku yang terlalu lemah, dan kau yang terlalu terluka untuk memulai percaya padaku lagi. 

"Kuliah yang rajin. Kalau habis mandi jangan langsung pakai kipas angin ya, bahaya lho. Jaga kesehatannya. Jaga magh-nya. Fokus kerjanya,"ucapmu. 

Sayang, bolehkah aku memelukmu untuk yang terkahir? Atau, bolehkan aku kembali padamu? Aku kosong tanpamu. Dan aku tak ingin menjadi manusia yang bergerak dengan kepura-puraan. 

Tapi terimakasih untuk malam ini. Kau menyadarkanku kalau aku memang sudah tidak ada apa-apanya lagi. Terimakasih karena mengajarkanku untuk bisa mengenang kesakitan ini dengan cara yang bijak. Mengenangmu dengan cara yang indah. Ya, meski aku pesakitan, tapi aku tidak akan mengenangmu dalam sakit! Karena semua yang kulalui bersamamu terlalu indah untuk bisa disebut sebagai rasa sakit. 













0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)